Tuesday, March 12, 2019

Published March 12, 2019 by with 0 comment

Definisi Pendekatan Saintifik

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan pergantian kurikulum 2013, istilah pendekatan ilmiah atau scientific aproach pada pelaksanaan pembelajaran menjadi bahan pembahasan yang menarik perhatian para pendidik akhir-akhir ini. Yang menjadi latar belakang pentingnya materi ini karena produk pendidikan dasar dan menengah belum menghasilkan lulusan yang mampu berpikir kritis setara dengan kemampuan anak-anak bangsa lain.

Disadari bahwa guru-guru perlu memperkuat kemampuannya dalam memfasilitasi siswa agar terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Tantangan ini memerlukan peningkatan keterampilan guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Skenario untuk memacu keterampilan guru menerapkan strategi ini di Indonesia telah melalui sejarah yang panjang, namun hingga saat ini harapan baik ini belum terwujudkan juga. Balitbang Depdiknas sejak tahun 1979 telah merintis pengembangan program prestisius ini dalam Proyek Supervisi dan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) di Cianjur, Jawa Barat. Hasil-hasil proyek ini kemudian direplikasi di sejumlah daerah dan dikembangkan melalui penataran guru ke seluruh Indonesia. Upaya yang dimulai pada tingkat sekolah dasar ini kemudian mendorong penerapan pendekatan belajar aktif di tingkat sekolah menengah. Hasil-hasil upaya ini secara bertahap kemudian diintegrasikan ke dalam Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004, yang dilanjutkan dengan Standar Isi yang lebih dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006.

Ketika kita membicarakan tentang pendidikan, kita merasa bahwa kita sedang membicarakan permasalahan yang kompleks dan sangat luas. Mulai dari masalah peserta didik, pendidik/guru, manajemen pendidikan, kurikulum, fasilitas, proses belajar mengajar, dan lain sebagainya. Salah satu masalah yang banyak dihadapi dalam dunia pendidikan kita adalah lemahnya kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di sekolah. Dalam proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya banyak peserta didik yang ketika lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat di buat rumusan masalah antara lain :
  1. Apa definisi pendekatan saintifik?
  2. Bagaimana proses pembalajaran pendekatan saintifik?
  3. Bagaimana menerapkan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran Matematika di MI?
C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas dapat di buat tujuan antara lain :
  1. Mengetahui definisi pendekatan saintifik
  2. Mengetahui bagaimana proses pembelajaran pendekatan saintifik
  3. Mengetahui bagaimana menerapkan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran Matematika di MI

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran maelibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin tingginya kelas siswa.

Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal poko berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memilik kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperluksn dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.

Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi.

Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Nur dan Wikandari, 2000: 4).
  1. Karakteristik Pembelajaran dengan Metode Saintifik. Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut.
    • Berpusat pada siswa.
    • Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
    • Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
    • Dapat mengembangkan karakter siswa.
  2. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
    • Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
    • Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
    • Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
    • Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
    • Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
    • Untuk mengembangkan karakter siswa.
  3. Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
    • Pembelajaran berpusat pada siswa
    • Pembelajaran membentuk student self concept.
    • Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
    • Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip
    • Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
    • Pembelajaran meningkatkan motivaasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
    • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
    • Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
B. Langkah-Langkah Pembelajaran Scientifik

Pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu Observing (mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar), Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring/ mengkomunikasikan), seperti tampak pada gambar berikut :
  1. Mengamati. Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
    • Menentukan objek apa yang akan diobservasi
    • Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
    • Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
    • Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
    • Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
    • Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
  2. Menanya. Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Fungsi Bertanya:
    • Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran;
    • Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; 
    • Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya; 
    • Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan; 
    • Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar;
    • Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan; 
    • Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok; 
    • Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul; dan 
    • Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. Kriteria Pertanyaan yang Baik: 
      • Singkat dan jelas;
      • Menginspirasi jawaban;
      • Memiliki fokus;
      • Bersifat probing atau divergen;
      • Bersifat validatif atau penguatan; 
      • Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang; 
      • Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif;
      • Merangsang proses interaksi.
  3. Menalar. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
  4. Mencoba. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran Matematika, misalnya, peserta didik harus memahami konsep pecahan dan dapat menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 
  5. Mengkomunikasikan. Kegiatan belajarnya: menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Hasil tugas dikerjakan bersama dalam satu kelompok untuk kemudian dipresentasikan atau dilaporkan kepada guru. Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok dan atau individu. Yang sebelumnya di konsultasikan terlebih dulu kepada guru. Pada tahapan ini kendatipun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu. Sehingga portofolio yang di basukkan ke dalam file atau Map peserta didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu. Pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar supaya peserta didik akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Hal ini dapat diarahkan pada kegiatan konfirmasi sebagaimana pada Standar Proses.
C. Contoh Penerapkan Pendekatan Saintifik Dalam Proses Pembelajaran Matematika Di MI
  1. Mengamati. Dalam mata pelajaran Matematika, siswa diminta untuk mengamati dua jenis gambar bangun datar yang telah disediakan dengan memberi tanggapan terhadap masalah yang diajukan.
  2. Menanya. Dalam mata pelajaran Matematika, siswa mengajukan pertanyaan tentang mengapa gambar tersebut dinamakan bangun datar ?
  3. Mengumpulkan Data. Dalam hal ini, siswa mengumpulkan data atau guru memberikan data tentang jenis – jenis serta sifat – sifat bangun datar. Selain itu siswa menganalis data yang diberikan oleh guru. Konsep-konsep ini dihubungkan dengan informasi atau data awal, pertanyaan dan hipotesis, serta data yang terkumpul 
  4. Menalar/Mengolah Informasi. Siswa menarik kesimpulan berdasar hasil analisis yang mereka lakukan. Sebagai contoh siswa menyimpulkan bahwa bangun datar terdiri atas beberapa jenis dan tidak sama dengan bangun ruang meskipun keduanya sama – sama memiliki sisi.
  5. Mengomunikasikan. Pada langkah ini, siswa dapat menyampaikan hasil kerjanya secara lisan maupun tertulis, misalnya melalui presentasi kelompok, diskusi, dan tanya jawab.
Jadi kesimpulannya pendekatan saintifik dalam pembelajaran matematika adalah : pembelajaran yang mendorong siswa untuk lebih memahami konsep 5M dengan interaksi antar siswa dan guru dengan berbagai metode agar pembelajaran dapat lebih efektif dan efisien


DAFTAR PUSTAKA
  • Kurikulum 2013 : lamgkah-langkah umum pembelajaran dengan pebdekatan saintifik
  • Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual. Ghalia Indonesia : Jakarta
  • https://mathyess.wordpress.com/2014/06/13/pendekatan-saintifik-pada-kurikulum-2013/
  • http://zoetrianiphysics.blogspot.co.id/2015/06/makalah-model-pembelajaran-pendekatan.html
      edit

0 comments:

Post a Comment