Thursday, February 18, 2021

Published February 18, 2021 by with 0 comment

Makalah Tentang Dewan Pengawas Syariah

BAB I 
PENDAHULUAN 
 
Hal penting yang membedakan bank Islam dari bank konvensional adalah adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Tugas utama dewan pengawas syariah adalah melakukan pengawasan pada bank Islam yang mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) serta norma-norma syariah menyangkut operasional bank syariah.
 
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan suatu dewan yang didirikan untuk mengawasi kegiatan operasi bank Islan sehingga tidak sampai melanggar prinsip syariah atau senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam.
 
Kemudian dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap lembaga keuangan, diapandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing DPS yang ada di lembaga keuangan syariah.
 
BAB II
PEMBAHASAN
 
Dewan Pengawas Syariah
 
Dewan pengawas syariah adalah suatu dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Islam agar didalam operasional nya tidak menyimpang dari prinsp-prinsip muamalah menurut islam.
 
Tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah ini antara lain mengawasi : pertama, produk dan jasa yang ditawarkan bank kepada nasabah. Kedua, investasi ataupun proyek dengan siapa bank bekerja sama diizinkan oleh syariah. Ketiga, Manajemen bank itu sendiri yang harus didasari prinsip-prinsip syariah.
 
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentaun syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional.
 
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya setiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Peryataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan.
 
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
 
Tugas dan Fungsi Seta Wwewenag DPS
 
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional yang merupakan otoritas tetinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai produk dan jasa Bank dengan ketentuan dan prinsip syariah.
 
Fungsi DPS adalah sebagai berikut :
  1. Mengawasi seluruh kegiatan transaksi serta operasional lembaga keangan syariah.
  2. Memastikan segala transaksi dan kegiatan sesuai syariah.
  3. Mengembangkan produk dan jasa yang sesuai syariah yang diajukan kepada DSN.

Tugas DPS adalah sebgai berikut :

  1. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
  2. Sebagai mediator antara Bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari Bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
  3. Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada Bank. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan Bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan kegiatan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kali dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN,Majelis Ulama Indonesia.
  4. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Bapepam.
  5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
  6. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
  7. Melaporkan kepada pemegang saham dan depositor bahwa semua aktivitas bank sesuai dengan syariah. Laporan tersebut diumumkan bersamaan dengan laporan tahunan bank. Tak ada format laporan yang standar. Pada tiap-tiap bank ada laporan DPS yang singkat, namun ada pula yang cukup detail.

Oleh karena itu, hendaknya anggota DPS tidak hanya memahami aspek syariah semata, akan tetapi juga harus memahami berbagai aspek perbankan, akuntansi, dan ekonomi. Sedangkan wewenang Dewan Pengawas Syariah adalah :

  1. Memberikan pedoman atau garis-garis besar syariah, baik untuk pengerahan maupun untuk penyaluran dana serta kegiatan bank lainnya.
  2. Mengadakan perbaikan seandainya suatu produk yang telah atau sedang dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah.

Adapun Undang-undang mengenai Dewan Pengawas Syariah yakni Pasal 32, sebagai berikut :

  1. Dewan Pengawas syariah wajib dibentuk di bank Syariah dan bank umum konvensional yang memiliki UUS.
  2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di angkat oleh rapat umum pemegang saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
  3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bank Indonesia.

Ketentuan tentang Dewan Pengawas Syariah dalam pasal 32 UU perbankan syariah merupakan penegasan dan pengulangan terhadap ketentuan yang ada dalam pasal 109 UU No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dengan begitu, keberadaan Dewan Pengawas Syariah mempunyai status hukum yang sangat kuat karena ditaur dalam UU.

Anggota Dewan Pengawas Syariah

Anggota Dewan Pengawas Syariah seharusnya terdiri dari ahli syariah yang sedikit banyak menguasai hukum dagang positif dan cuukup terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. Anggota Dewan Pengawas Syariah bukanlah staf bank, mereka dipilih oleh rapat umum pemegang saham serta gaji mereka ditentukan oleh rapat umum pemegang saham.

Jika ada peerbedaan pendapat antara DPS dari suatu bank Islam dengan DPS bank Islam lainnya, baik secara Nasional maupun Internasional, maka secara Nasional pendapat-pendapat DPS dari masing-masing bank umum dan BPRS dapat disatukan dengan cara konsorsium Dewan Pengawas Syariah nasional di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI). Untuk cakupan Internasional “The Higher Shariah Supervisor Council” sudah di bentuk oleh Internasional Association of Islamic Banks yang berekdudukan di Kairo.

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh konsorsium dewan pengawas bank Islam baik Nasional maupun Internasional adalah :

  1. Menerima persoalan-persoalan tentang prinsip syariah dalam bank Islam, baik dari bank-bank anggota maupun masyarakat umum.
  2. Mengamati kegiatan-kegiatan bank-bank anggota, baik menyangkut pengerahan maupun penyaluran dana.
  3. Memberikan rekomendasi-rekomendasi guna memungkinkan bank-bank anggota untuk meneruskan atau memodifikasi kegiatan-kegiatannya.

Karena Dewan Pengawas Syariah bukanlah staf bank di mana mereka tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif, maka diperlukan seorang “liason syariah” yang menghubungkan dengan dewan direksi. Seorang Liason syariah hendaklah seorang yang menguasi fiqih muamalah secara mendalam dan memahami operasional perbankan, baik yang menyangkut kontrak-kontrak perjanjian maupun penyerahan dan penyaluran dana.

Tugas-tugas liason syariah adalah sebagai berikut :

  • Memberikan penjelasan syariah kepada segenap jajaran dan internal bank.
  • Memberikan informasi tentang mekanisme operasional bank Islam dan konsep-konsep syariahnya ke pihak luar dengan persetujuan dewan direksi dan Dewan Pengawas Syariah.
  • Menyusun dan melaksanakan paket atau modul-modul tertentu untuk meningkatkan intelektualitas dan komitmen keislaman segenap jajaran dan segmen bank Islam.
  • Mengawasi dan memastikan segenap aktivitas dan produk agar tetap sesuai syariah serta mengajukannya ke Dewan Pengawas Syariah bilamana didapati suatu pelanggaran atau mal practice.
  • Menyusun dan melaksanakan program jangka panjang dan jangka pendek sekretariat Dewan Pengawas Syariah.

Struktur Dewan Pengawas Syariah

  • DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.
  • Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi sitem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah islam.
  • Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
  • Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di Lingkungan Perusahaan tersebut.

Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  • Integritas, yang kurang lebih mencakup :
    1. Memiliki akhlak dan moral yang baik.
    2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
    3. Memiliki komitmen terhadap pengembangan bank yang sehat dan sustainable (berkelanjutan).
    4. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sebagaimana di atur dalam ketentuan mengenai uji kemampauan dan kepatuhan yang ditetapkan oleh BI.
  • Kompetensi, yang kurang lebih memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang bank atau keuangan secara umum.
  • Reputasi keuangan, yang kurang lebih mencakup :
    1. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet.
    2. Tidak pernah dinyatakan pailit.

Jumlah anggota DPS minimal 2 orang atau paling banyak lima puluh persen dari jumlah anggota direksi.

Dewan Syariah Nasional (DSN)

Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pulalah jumlah DPS yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyak dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus di syukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membimbungkan umat dan nasabah. Oleh karena iu, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di tanah air, mengangap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat Nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamya bank-bank syariah.

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1999 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majlis Ulama Indonesia dipimpin oleh ketua umum Majlis Ulama Indonesia dan sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh Badan pelaksana harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.

Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Fungsi lain dari DSN adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh DPS pada lembaga yang bersangkutan.

DSN juga dapat bertindak memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika DSN telah menerima laporan dari DPS pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.

Pedoman dasar DSN ditetapkan dengan keputusan MUI No.01 Tahun 2000 tentang Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (PD DSN-MUI).

Berlakunya fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI telah diakui oleh Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2). Sampai saat ini DSN telah mengeluarkan 53 fatwa tentang kegiatan ekonomi syariah.

Kedudukan, Status dan Anggota

  1. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia.
  2. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen keuangan Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan / ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
  3. Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri atas para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
  4. Anggota Dewan Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti empat tahun.

Tugas dan Wewenang

Dewan Syariah Nasional bertugas :

  • Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umunya dan keuangan pada khususnya.
  • Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
  • Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
  • Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

Dewan Syariah Nasional berwenang :

  • Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
  • Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan / peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen keuangan dan Bank Indonesia.
  • Memberikan rekomendasi dan / atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.
  • Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter / lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
  • Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
  • Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nasional, Badan Pelaksana Harian, Dewan Pengawas Syariah dan Pembiayaan Dewan Syariah Nasional

1. Dewan Syariah Nasional 

  • DSN mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN.
  • DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
  • Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah / tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

2. Badan Pelaksana Harian

  • Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian.
  • Sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris paling lambat satu hari kerja setelah menerima usulan / pertanyaan harus menyampaikan permasalah kepada ketua.
  • Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan / usulan.
  • Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil pembahsan ke dalam rapat pleno DSN untuk mendapat pengesahan.
  • Fatwa atau memorandum DSN ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris DSN.

3. Dewan Pengawas Syariah

  • DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
  • DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
  • DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
  • DPS merumuskan permasalahn-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

4. Pembiayaan Dewan Syariah Nasional

  • DSN memperoleh dana operasional dari bantuan pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia dan sunbangan masyarakat.
  • DSN menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang ada.
  • DSN mempertanggungjawabkan keuangan / sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia.

Peran Ulama Dalam Sosialisasi

Sebagai sebuah praktik keuangan baru di masyarakat, keberadaan dan pelaksanaan bank syariah di Indonesia masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut bukan hanya bagi msyarakat umum, namun juga kalangan perbankan dan bahkan otoritas perbankan seperti Bank Indonesia. Ulama mempunyai peran penting dalam sosialisasi tersebut.

Dalam mensosialisasikan perbankan syariah kepada masyarakat, setidaknya terdapat empat peran penting ulama, yaitu sebagai berikut :

  1. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa perbankan syariah pada dasarnya adalah penerapan (tathbiq) fiqih mu’amalah maaliyah yaitu bagaimana sesama manusia berhubungan dalam bidang harta, ekonomi, bisnis dan keuangan.
  2. Mengembalikan masyarakat pada fitrah alam dan fitrah usaha yang sebelumnya telah mengikuti syariah, terutama dalam pertanian, perdagangan, investasi dan perkebunan.
  3. Meluruskan fitrah bisnis yang rusak.
  4. Membantu menyelamatkan perekonomian bangsa melalui pengembangan sosialisasi perbankan syariah.

Peran Ulama dalam Pengembangan Produk

Ulama mempunyai peran kunci dalam pengembangan produk perbankan syariah. Umumnya, para ulama menguasai fiqih mu’amalah. Selain itu, mereka juga memahami keperluan sehari-hari masyarakat karena memang ulama hidup di tengah-tengah umatnya.

Dari keterkaitan ulama dengan umatnya, peran pengembangan produk oleh para ulama menjadi ganda, yaitu sebagai berikut :

  1. Menyerap aspirasi dan kebutuhan finansial umat untuk kemudian merumuskannya bersama manajemen bank syariah.
  2. Mensosialisasikan hasil rumusan produk tersebut kepada masyarakat, sekaligus menginformasikan keunggulan-keunggulan produk mu’amalah maaliyah dan perbedaannya dengan produk perbankan ribawi.

BAB III
KESIMPULAN

DPS merupakan dewan yg mengawasi, mengarahkan serta yang lainnya yang berkaitan dengan ke syarihan lembaga keuangan. Sehingga lembaga keuangan tersebut tidak hanya berguna ataupun menguntungkan di dunia tetapi juga mendapat berkah dari Allah Swt sehingga mencapai titik falah.

Selanjutnya, DSN merupakan lembaga yg dibentuk oleh MUI yang secara struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan langsung dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. DSN-MUI dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian / keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat islam.

DAFTAR PUSTAKA

  • Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank syariah. Jakarta: Gema Insani
  • Lubis, Suhrawardi K. 2014. Hukum ekonomi Islam. Jakarta : Sinar Grafika
  • Rodoni, Ahmad. 2008. Lembaga keuangan syariah. Jakarta : Zikrul Hakim
  • Sjahdeini, Sutan Remy. 2014. Perbankan Syariah. Jakarta : Prenada Media Group
  • Sumitro,Warkum.2004. Asas asas perbankan syariah. Jakarta : PT Raja Grafindo persada.
  • Suharti, Eni. 2008. UU Perbankan Syariah. Jakarta : Sinar Grafika 
Read More
      edit
Published February 18, 2021 by with 0 comment

Makalah Puasa yang Dilarang

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published February 18, 2021 by with 0 comment

Makalah Puasa Sunnah

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published February 18, 2021 by with 0 comment

Makalah Puasa kafarat

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published February 18, 2021 by with 0 comment

Makalah Puasa Ramadhan

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit