Thursday, November 5, 2020

Published November 05, 2020 by with 0 comment

Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published November 05, 2020 by with 0 comment

Hal yang Membatalkan Puasa

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published November 05, 2020 by with 0 comment

Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published November 05, 2020 by with 0 comment

Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit
Published November 05, 2020 by with 0 comment

Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Puasa pertama kali yang dilaksanakan Rasulullah saw adalah puasa hari Asyura’,yaitu puasa yang dilakukan masyarakat Quraisy ketika itu dan hingga setibanya hijrah di Madinah, nabi pun memerintahkan berpuasa pada bulan itu. Selain puasa Asyura’,beliau juga sudah membiasakan diri puasa berpuasa tiga hari setiap bulan, sampai akhirnya turun perintah berpuasa pada Ramadhan. Maka semenjak itu Rasulullah memerintahkan para sahabatnya dan umatnya untuk berpuasa.

B. Rumusan Masalah

  1. Apa saja keuatamaan dan hikmah puasa ?
  2. Apa dasar hukum puasa ?
  3. Bagaimana Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan ?
  4. Apa saja hal-hal yang diperbolehkan bagi orang yang berpuasa dan apa saja yang membatalkan puasa ?
  5. Apa saja macam-macam puasa ?

C. Tujuan

  1. Mengetahui apa saja macam-macam puasa
  2. Mengetahui apa saja yang dapat membatalkan puasa
  3. Mengetahui apa saja yang menjadi sunnah bagi orang yang sedang berpuasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa

Secara bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa arab “shaum” yang memiliki arti dasar “imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin” menahan sesuatu atau meninggalkannya, tidak melakukannya. Sehingga dapat diartikan puasa adalah menahan diri atau mencegah dari segala sesuatu yang membatalkannya.

Sedangkan puasa secara istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

B. Keutamaan dan Hikmah Puasa

Dibaik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak dapat diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan,baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang pencipta, Allah SWT. Namun yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya :

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah : 184 )

Diantara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut :

  1. Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya
  2. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta
  3. Menyehatkan badan
  4. Menekan dan mengendalikan hawa nafsu
  5. Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah

C. Dasar Hukum Puasa

1. Al-qur’an

Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(QS.Al-Baqarah:183)

2. Hadits

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah telah berfirman,semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa,karena puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya,dan puasa adalah perisai,jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriakyang tiada manfaatnya. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa (sebanyak dua kali) dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk (kesturi). Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan,ia bergembira ketika berbuka dan ia bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya”.(HR.Bukhari dan Muslim).

Dari Sahal bin Sa’ad ia meriwayatkan dari Nabi saw,bahwa beliau bersabda,sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “Ar-Rayyan” orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru,”mana orang yang berpuasa?” lantas mereka pun berdiri,selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya,maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya.(HR.Bukhari,Muslim,An-Nasa’i)

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya Rasulullah saw bersabda,As-shiyam (puasa) dan Al-qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata : wahai,rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Sedangkan dalam Al-qur’an berkata:”aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at. (HR.Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-kabir).

D. Menentukan Awal Wajib Berpuasa Ramadhan

Menurut Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan masuknya bulan ramadhan berdasarkan hadits shahih, dapat ditempuh dengan salah satu dari tiga cara berikut :

1. Melihat Hilal (Ru’yah al-hilal)

Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit ramadhan adalah tanda kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit syawal adalah tanda berakhirnya puasa ramadhan.

Mengenai melihat bulan,para fuqaha berbeda pendapat,apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil, dua orang yang adil, atau hasil penglihatan banyak ? Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jumlah orang yang melihat tersebut tergantung pada kebijakan imam (penguasa) atau hakim untuk memutuskannya,tanpa terkait pada batasan tertentu. Akan tetapi,yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “Apakah melihat bulan sabit dibatasi oleh wilayah negara?” dalam menjawab pertanyaan ini,para ulama berbeda pendapat. Ulama yang menganggap adanya keterbatasan jangkauan penglihatan berpendapat bahwa kewajiban puasa hanya bagi orang-orang yang bermukim di daerah sabit itu dilihat.

Kelompok ulama di bawah naungan Organisasi Konferensi-Konferensi Islam menetapkan bahwa di mana saja bulan dilihat oleh orang-orang terpecaya,maka sudah wajib puasa dan berlebaran atas seluruh umat Islam, selama ketika melihatnya penduduk yang berada di wilayah yang disampaikan kepadanya berita kehadiran bulan itu masih dalam keadaan malam.

Jika selisih waktu antara satu daerah dengan daerah lain belum mencapai jarak yang menjadikan perbedaan terjadinya malam di satu daerah dan siang di daerah lain, maka dalam keadaan tersebut puasa telah wajib bagi semua. Misalnya, selisih waktu antara Jakarta dan Saudi Arabia tidak lebih dari empat atau lima jam. Awal malam di Timur Tengah berarti belum tengah malam di Jakarta. Jika terlihat bulan di Timur Tengah, maka masyarakat Muslim di Indonesia sudah wajib berpuasa. Ini berbeda dengan wilayah di Amerika Serikat dengan Indonesia. Perbedaan waktu antara dua negara tersebut sangat jauh dan panjang, ketika matahari terbit di Indonesia, mungkin di Amerika matahari sudah terbenam. Sehingga jika di Indonesia melihat bulan, maka masyarakat Muslim di Amerika belum wajib berpuasa,demikian pula sebaliknya. Tetapi jika masyarakat Muslim Mekah melihatnya, maka baik masyarakat muslim di Indonesia maupun Amerika semuanya telah wajib berpuasa.

2. Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Cara ini adalah cara yang praktis, baik langit dalam keadaan cerah atau berawan. Cara ini merupakan anjuran Nabi SAW yang mendidik kita agar lebih hati-hati dalam menentukan awal Ramadhan, sabda Nabi :”jika penglihatanmu terhalang oleh awan,maka sempurnakanlah bulan sya’ban menjadi 30 hari”. Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat diketahui.

3. Ilmu Perhitungan Astronomi (Hisab)

Berdasarkan pengalaman ratusan tahun, keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus ditingkatkan, hingga ketepatan sampai detik dapat dicapai. Ketepatan penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ (segaris bujurnya bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang tak terbantahkan.

Hisab dan rukyat punya kedudukan sejajar. Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah menjamin peredaran bulan dan matahari dapat di hitung.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (QS.Yunus : 5)

E. Syarat Sah dan Wajib Puasa

Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :

  1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
  2. Tamyiz
  3. Tidak haid,nifas,dan wiladah
  4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :

  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Dewasa (mukallaf)
  4. Sehat permanen
  5. Suci dari haid dan nifas

F. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

1. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib fidyah

Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia,orang sakit yang harapan kesembuhannya tipis, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain pekerjaan tersebut. Mereka semua dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah sebagai pengganti dari kewajiban pokok.

Hal ini berdasar pada hadits ibn Abbas : “diperbolehkan bagi orang lanjut usia untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib mengqadha”.

Wanita yang sedang hamil dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan anak-anaknya juga termasuk dalam kelompok ini, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha, pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri atau sekaligus anaknya, maka wajib qadha saja tidak wajib fidyah.

2. Kelompok yang diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib Qadha

Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada harapan sembuh,dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT :

“Barang siapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain” (QS.Al-Baqarah : 184)

3. Kelompok yang wajib tidak berpuassa dan wajib mengqadha

Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan termasuk bathil. Puasa yang mereka tinggalkan di bulan ramadhan wajib diganti setelah bulan ramadhan berakhir.

G. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

  • Makan dan minum secara sengaja. Jika seseorang makan dan minum karena lupa, salah, atau dipaksa, maka puasanya tetap sah, tidak wajib qadha dan tidak wajib kafarat.
  • Muntah secara sengaja
  • Haid dan nifas. Para ulama sepakat bahwa haid dan nifas membatalkan puasa, walaupun pada saat-saat menjelang matahari terbenam.
  • Mengeluarkan sperma secara tidak lazim.
  • Orang yang berniat buka padahal dia berpuasa walaupun dia tidak makan atau minum sedikitpun. 
  • Memasukkan sesuatu ke dalam mulut walaupun tidak mengenyangkan.
  • Apabila makan dan minum atau melakukan setubuh dengan dugaan bahwa waktu maghrib telah tiba atau waktu fajar belum tiba, padahal dugaannya salah,maka dia wajib qadha.
  • Murtad. Berdasarkan kesepakatan para ulama, orang yang murtad dari islam itu batal puasanya, dan ia wajib membayar puasanya hari itu setelah masuk Islam kembali, baik ia masuk Islam kembali pada hari itu juga atau hari-hari berikutnya.

H. Hal-Hal yang Disunnahkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Sahur
  2. Menyegerakan berbuka
  3. Banyak berdo’a ketika berpuasa dan ketika akan berbuka
  4. Menggunakan siwak
  5. Dermawan
  6. Banyak membaca Al-Qur’an
  7. Bersungguh-sungguh beribadah di sepuluh terakhir ramadhan

I. Hal-Hal yang Diperbolehkan bagi Orang yang Berpuasa

  1. Turun dan merendam di dalam air. Jika ada air masuk memalui mulutnya tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
  2. Memakai celak mata.
  3. Mencium, bagi orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
  4. Injeksi, tetapi jika injeksi untuk menyampaikan sari makanan seperti glukosa ke dalam tubuh bahkan langsung ke dalam darah maka tidak diperbolehkan.
  5. Memasukkan air ke dalam hidung dan berkumur-kumur ketika wudhu.
  6. Dibolehkan pula sesuatu yang sangat sulit menjaganya, seperti menelan ludah, kepulan asap atau debu.

J. Macam-Macam Puasa

Puasa setidaknya dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu puasa wajib,sunnah, dan makhruh.

1. Puasa Wajib

a. Puasa Ramadhan

Puasa ramadhan adalah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) di bulan ramadhan. Keawajibannya bersifat ‘aini bagi setiap muslim

b. Puasa kafarat

Puasa kafarat termasuk kategori puasa wajib. Ia dilaksanakan sebagai pengganti beberapa syari’at agama yang dilanggar. Seperti bersetubuh dengan sengaja waktu berpuasa di siang hari Ramadhan, sumpah, pembunuhan, dan lain-lain. Ada bebrapa ketentuan tentang kafarat :

  1. Kafarat sumpah. Dalam Al-qur’an, kafarat sumpah sebetulnya memiliki beberapa tingkatan, yakni memberi makan 10 orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, dan memerdekakan budak. Jika ketiga hal itu tidak dapat dilakukan oleh pelanggar sumpah, maka syara’ memperbolehkan menebusnya dengan cara berpuasa sebanyak tiga hari. Jadi puasa disini hukumnya wajib bagi si pelanggar sumpah, jika dia tidak dapat melakukan ketiga pilihan kafarat diatas.
  2. Kafarat bersetubuh dengan sengaja di siang hari Ramadhan dalam keadaan berpuasa. Seorang sahabat datang kepada Nabi SAW dan berkata : ”binasalah aku”. Beliau bertanya, ”ada apa dengan kamu?” ia menjawab, “aku mensetubuhi istriku pada siang Ramadhan “. Beliau bertanya, “apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?” ia menjawab, “tidak”. Baeliau bertanya, “apakah kamu sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?” ia menjawab “tidak”. Beliau bertanya, “apakah kamu sanggup memberi makan sebanyak enam puluh orang miskin?” ia menjawab “tidak” Beliau bersabda,”duduklah”. Kemudian Rasulullah SAW datang dengan membawa sebuah baki berisi kurma. Beliau bersabda, “sedekahkan kurma ini!” ia berkata, “wahai Rasulullah, di Madinah dan sekitarnya ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku”. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah SAW tersenyum lebar sehingga terlihat gigi depannya seraya bersabda, “sedekahkan ini kepada mereka”. (HR. Imam tujuh. Dan ini lafazh Abu Daud. Hadits ini dinilai shahih)
  3. Kafarat pengganti dam (Haji tamattu’ dan qiran). Puasa ini adalah konsekuensi dari pelaksanaan haji tamattu’ yang mengharuskan adanya dam (denda dengan menyembelih seekor kambing). Jika tidak mampu membayar dam karena ketiadaan uang atau hewan, maka dapat ditebus dengan puasa sebanyak 10 hari, tiga hari pada waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah dia kembali ke tanah air.
  4. Kafarat pembunuhan. Puasa kafarat pembunuhan ini adalah alternatif terakhir dari diat (denda) kepada si pembunuh setelah dia tidak memiliki kesanggupan dalam memerdekakakn budak dan membayar diat kepada keluarga terbunuh. Puasa ini dilakukan selama dua bulan berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
    • Puasa Nazar. Jika seseorang bernazar akan melakukan puasa bila keinginannya tercapai, maka wajib bagimya untuk melaksanakan puasa tersebut. Hal ini berdasar pada Firman Allah SWT yang artinya : “...dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka...”(QS.Al-Hajj:29)

2. Puasa Sunnah

  • Puasa 6 Hari Bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan syawal ini berdasarkan pada hadits Nabi SAW berikut yang artinya : “Barang siapa puasa Ramadhan kemudian ia iringi dengan (puasa) enam hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia berpuasa setahun”. (HR.Muslim)
  • Puasa Arafah. Puasa arafah adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini terbilang paling afdhal, karena pada hari itu jamaah haji sedang wukuf di padang Arafah dengan mengenakan busana ihram, mereka memenuhi panggilan Allah, mengkhusukan dirinya beribadah kepada Allah. Nabi menyatakan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa satu tahun.
  • Puasa di bulan Muharam. Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, umat Islam mengerjakan puasa di bulan Muharam khususnya tanggal sepuluh Muharam. “Hari Asyura adalah hari dimana orang Quraisy di masa jahiliyah berpuasa dan Rasul pun mengerjakannya. Ketika beliau datang ke madinah, beliau berpuasa juga. Bahkan menyuruh para sahabat untuk berpuasa. Tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau bersabda: “Barang siapa yang mau melaksanakan, silahkan berpuasa, dan barang siapa yang tidak ingin silahkan tinggalkan”. Untuk membedakan dengan ajaran Yahudi dan masa jahiliyah, nabi menganjurkan untuk mengerjakan puasa hari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.
  • Puasa di bulan Sya’ban. Dijelaskan oleh riwayat yang bersumber dari Usamah bin Zaid yang mengatakan: “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan sya’ban. Nabi menjawab: Bulan ini adalah bulan yang diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan yang dilalaikan banyak orang. Ia adalah bulan yang padanya diangkat segala amalku, karenanya aku berpuasa”.
  • Puasa di bulan-bulan Haram (mulia). Bulan-bulan haram adalah Dzu al-Qa’idah, Dzu al-Hijjah, Muharram dan Rajab. bulan haram ini adalah bulan yang diagungkan oleh. Allah dan diharamkan melakukan peperangan di bulan-bulan ini.
  • Puasa Senin Kamis
  • Puasa tiga hari di setiap bulan
  • Satu hari puasa-satu hari berbuka

3. Puasa yang Dilarang

  • Dua Hari Raya (idul Fitri dan idul Adha)
  • Hari Tasyriq
  • Hari Jum’at
  • Hari Sabtu
  • Hari yang diragukan 
  • Puasa setahun penuh
  • Puasa wanita tanpa izin suami
  • Puasa terus-menerus (wishal)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa,mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat puasa dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.

Puasa telah diwajibkan kepada umat-umat agama sebelumnya. Puasa menjadi satu rukun dari beberapa rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Puasa mendidik kita keteraturan dan kedisiplinan,sabar,dan penuh rasa sayang serta cinta.

B. Saran

Dengan membahas materi Puasa ini, hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dan dapat melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya, melaksanakan hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa dan menghindari diri dari segala yang dapat membatalkan puasa. Serta memeperbanyak beribadah kepadah Allah dalam hal ini memperbanyak puasa Sunnah kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

  • Ayyub, Hassan. 2014. Fiqih Ibadah. Jakarta : PT.Fathan Prima Media
  • Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
  • Ahmadi, Abu. 1995. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Read More
      edit